Tuesday, April 26, 2016

Pengaruh Budaya Nusantara Terhadap Sastra

Pengaruh Budaya Nusantara Terhadap Sastra

Oleh: Santi T.

Budaya dan Bahasa
Ketika berbicara mengenai budaya, kita harus mau membuka pikiran untuk menerima banyak hal baru. Budaya bersifat kompleks, luas, dan abstrak. Budaya tidak terbatas pada seni yang sering kali dilihat dalam gedung kesenian atau tempat bersejarah, seperti museum. Tetapi, budaya merupakan suatu pola hidup menyeluruh. Budaya memunyai banyak aspek yang turut menentukan perilaku komunikatif. Beberapa orang bisa mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain. Hal ini dikarenakan budaya memunyai keistimewaannya sendiri. Budaya masyarakat satu berbeda dengan budaya masyarakat yang lainnya, sehingga seseorang harus bisa menyesuaikan perbedaan-perbedaannya. Kebudayaan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Ada banyak unsur yang membentuk budaya, termasuk bahasa, adat istiadat, sistem agama dan politik, perkakas, pakaian, dan karya seni. Bahasa merupakan perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi, baik melalui tulisan, lisan, ataupun gerakan. Sebagai perwujudan budaya, bahasa dapat berperan dalam dua hal:
  1. Sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, mengadakan integrasi, dan adaptasi sosial.
  2. Sebagai alat untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pengaruh Budaya Terhadap Sastra
Bahasa tidak hanya memunyai hubungan dengan budaya, tetapi juga sastra. Bahasa memunyai peranan yang penting dalam sastra karena bahasa punya andil besar dalam mewujudkan ide/keinginan penulisnya. Banyak hal yang bisa tertuang dalam sebuah sastra, baik itu puisi, novel, roman, bahkan drama. Setiap penulis karya sastra hidup dalam zaman yang berbeda, dan perbedaan zaman inilah yang turut ambil bagian dalam menentukan warna karya sastra mereka. Oleh karena itu, ada beberapa periode dalam penulisan karya sastra, seperti Balai Pustaka, Pujangga Baru, Angkatan 45, Angkatan 66, dan sebagainya. Setiap periode "mengangkat" latar belakang yang berbeda-beda sesuai zaman dan budaya saat itu.
Sebagai contoh, kesusastraan Indonesia. Kesusastraan Indonesia menjadi potret sosial budaya masyarakat Indonesia. Tidak jarang, kesusastraan Indonesia mencerminkan perjalanan sejarah Indonesia, "kegelisahan" kultural, dan manifestasi pemikiran Bangsa Indonesia. Misalnya, kesusatraan zaman Balai Pustaka (1920 -- 1933). Karya-karya sastra pada zaman itu menunjukkan problem kultural ketika Bangsa Indonesia dihadapkan pada budaya Barat. Karya sastra tersebut memunculkan tokoh-tokoh (fiksi) yang mewakili golongan tua (tradisional) dan golongan muda (modern). Selain itu, ada budaya "lama", seperti masalah adat perkawinan dan kedudukan perempuan yang mendominasi novel Indonesia pada zaman Balai Pustaka. Sekarang ini, novel Indonesia cenderung menyajikan konflik cinta, sains, kekeluargaan, dll..
Bagaimana pendapat Anda mengenai puisi zaman sekarang? Tentu saja ada perbedaan yang sangat kentara, baik dalam topik yang "diangkat" maupun bahasa yang digunakan. Sebagai contoh, kumpulan puisi Mbeling karya Remy Sylado, tahun 2005. Sebagian besar puisi Mbeling yang ia tulis mengangkat kehidupan politik pada saat itu, seperti korupsi, koruptor, individualisme, dll.. Secara penulisan, beberapa puisi karya Remy Sylado hanya terdiri 1 -- 2 kata saja dan disusun dengan tipografi yang unik. Misal, puisi berjudul "Individualisme dalam Kolektivisme". Puisi ini hanya terdiri dari kata "kita" dan "aku". Kedua kata ini disusun dengan pola membentuk persegi panjang, dengan kata "AKU" (kapital) pada titik diagonalnya. Jika dibandingkan dengan puisi pada zaman Muhammad Yamin, tentu mengalami perbedaan. Meskipun mengangkat tema yang sama, misalnya politik, tetapi konten penyajian puisi sangatlah berbeda. Puisi Muhammad Yamin lebih mengangkat sisi perumusan konsep kebangsaan, meskipun saat itu masih dalam lingkup Sumatera. Jelas sangat berbeda dengan puisi Remy Sylado, yang lebih condong menyajikan sisi kehidupan politik sebuah bangsa berkembang dengan kondisi pemerintahan yang kurang baik.
Perbedaan karya sastra setiap periode bukanlah semata-mata karena ide/gagasan dari penulisnya. Perbedaan ini dipengaruhi oleh kondisi sosial, politik, dan budaya yang terjadi pada saat itu. Bahkan, jika kita mau merunut karya sastra dari awal sampai sekarang, dan meneliti lebih dalam mengenai latar belakang ideologi saat itu, kita bisa mendapati bagaimana proses perjalanan Bangsa Indonesia. Meskipun karya sastra di Indonesia bisa dibilang hampir pada posisi "tengah" -- tidak terlalu menonjol dan tidak terpuruk, namun perlu disadari bahwa budaya barat sedikit demi sedikit, dari waktu ke waktu, turut memengaruhi karya sastra Indonesia.
Pernahkah Anda mendengar karya sastra Indonesia modern? Gaya sastra asing (barat) dan pengaruh bentuk menjadi patokan untuk menyebut sastra Indonesia yang modern. Pada kenyataannya, ketika pengarang hidup dalam budayanya, ia mencoba untuk menerima tradisi estetis (gaya barat) dengan budayanya. Penerimaan tradisi estetis tersebut dituangkan dalam karyanya, dijadikan latar/setting pada tulisannya, sekadar memberi warna dalam proses kreatif yang ia lakukan. Akibatnya, sastra lama hanya akan menjadi sebuah artefak. Para peneliti sastra pun menjadi asing dengan tradisi yang dimiliki oleh sejarah panjang sastra di Indonesia, melalui karya-karya sastra yang ada.
Budaya dan sastra memunyai ketergantungan satu sama lain. Sastra sangat dipengaruhi oleh budaya, sehingga segala hal yang terdapat dalam kebudayaan akan tercermin di dalam sastra. Masinambouw mengatakan bahwa sastra (bahasa) dan kebudayaan merupakan dua sistem yang melekat pada manusia. Jika kebudayaan adalah sistem yang mengatur interaksi manusia di dalam masyarakat, bahasa (sastra) adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya suatu interaksi.

Sumber bacaan:
  1. Muhyidin, Asep, M.Pd.. "Artikel-Artikel Tentang Sastra Indonesia". Dalamhttp://sihombing92.blogspot.com/2012/05/artikel-sastra-indonesia.html
  2. Sihombing, Bobby. "Artikel Sastra Indonesia". Dalam http://sihombing92.blogspot.com/2012/05/artikel-sastra-indonesia.html
  3. ________________. "Hubungan Budaya dan Sastra". Dalamhttp://nindy91.wordpress.com/2010/10/28/hubungan-budaya-dan-sastra/

terima kasih telah mengunjungi blog kami, jangan lupa tinggalkan komentar.....

Monday, April 25, 2016

Takdir Cintaku – oleh Yanti Prawatie

Takdir Cintaku – oleh Yanti Prawatie


Kuikuti sudah langkah cinta ini
Menelusuri lorong kelam tak bertepi
Jiwa merana
Hati terluka
Raga tersiksa
Mana kala cinta dusta yang kutrima.
Mengapa..?
Murni cintaku
Hangat kasih sayangku
Ternoda dengan titik hitam tabir kepalsuan.
Berjalan melewati poros waktu
Ku terus menapaki Takdir Cintaku
(Akankah ada secercah sinar dibalik pekat nya kegelapan).
Takdir Cintaku – oleh Yanti Prawatie
Pontianak Kalbar
terima kasih telah mengunjungi blog kami,jangan lupa tinggalkan komentarnya...

Sunday, April 24, 2016

tokoh-tokoh utusan allah yang di anggap sebagai dewa dalam agama hindu

Sejak dahulu kala nabi, rosul dan khalifah Allah telah diajarkan ilmu2 langit dan bumi yg Allah ketahui semuanya, baik yg nyata maupun yg ghaib. Jadi, itu sebabnya mengapa fir’aun menyembah berhala yg dianggap dewa, padahal berhala yg dianggap dewa tersebut ialah nabi yg terpilih untuk mengetahui semua yg Allah ketahui baik di bumi maupun di langit, itulah sebabnya kerajaan2 terdahulu yg ada di dunia ini menyembah berhala yg dianggapnya Tuhan atau dewa, yg padahal mereka semua ialah kaum muslimin yg soleh yaitu para nabi dan rosul.
”Dan Dia mengajarkan kepada
Adam nama-nama (benda-benda/ilmu) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada para
Malaikat
lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama
benda-benda itu jika kamu memang orang-orang
yang benar!” Mereka menjawab: “Maha Suci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari
apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami;
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana,” (QS.Al-Baqarah: 31-32)
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan
bahwa berita mengenai pemberitahuan Adam as
kepada Malaikat tentang nama-nama segala
sesuatu, didahulukan daripada berita mengenai
sujudnya Malaikat kepada Adam as. karena
memang ini yang sesuai dengan ayat
sebelumnya. Di ayat sebelumnya para Malaikat
bertanya mengenai hikmah dijadikannya manusia
sebagai khalifah di muka bumi, padahal mereka
akan merusak dan membunuh. Maka Allah swt
menjelaskan bahwa Dia lebih tahu apa-apa yang
belum diketahui oleh para Malaikat.
﴾ Al Baqarah:34 ﴿
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.
Sejak dahulu kala ilmu islam itu sempurna atau “kaffah”, maka dari itu kita diperintahkan oleh Allah untuk masuk islam secara “Kaffah/menyeluruh/sempurna” karena di dalam kitab2Nya terdapat ilmu yg menyeluruh/sempurna yg harus dipelajari semuanya, bukan dipelajari setengah2 sehingga menjadi ilmu yg buta sebelah. ilmu itu meliputi ilmu ilmiah, ilmu hikmah, ilmu yg nyata dan yg ghaib yg masuk logika semuanya, maka dari itu musuh2 islam memusuhi atau mendengki islam, maka dari itu banyak peradaban maju dari kerajaan2 terdahulu yg banyak ditemukan diseluruh bumi ini. karena banyak diantara mereka yg menginginkan ilmu2 islam itu untuk dimiliki sendiri, demi politik dan kekuasaan, mereka iri kepada nabi, rosul dan khalifah islam yg terpilih untuk memiliki semua ilmu yg diketahui Allah di langit dan di bumi, maka dari itu mereka merubah sejarah yg ada, mengartikan sejarah yg ada demi menutupi ilmu2 islam yg sudah canggih sejak dahulu kala. dan akhirnya di zaman ini mereka musuh2 islam berhasil merebut ilmu2 islam meskipun tidak semuanya, demi sebuah politik, kekuasaan dan membesarkan kelompok nya. merekalah sekarang yg mengendalikan semua aspek kehidupan dizaman ini, mereka (musuh islam) dizaman ini memenuhi bumi ini dengan kebodohan yg di doktrin keseluruh aspek kehidupan, lalu diperkuat dengan nafsu duniawi yg mereka ada2kan, semuanya serba memerlukan uang dan uang, yg seharusnya dahulu itu dunia ini dipenuhi dengan ilmu dan ilmu.
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kepada Islam secara kaffah (menyeluruh), dan janganlah kalian mengikuti jejak-jejak syaithan karena sesungguhnya syaithan adalah musuh besar bagi kalian.” [Al-Baqarah : 208]
﴾ Al Israa’:6 ﴿
Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar
Sri krishna yg dianggap dewa umat hindu ialah kaum muslimin atau seorang nabi/rosul juga, bisa kita ketahui dari kitab umat hindu disaat sri krishna menjelaskan ilmu ketuhanan yg seluas langit dan bumi kepada arjuna, sri krishna yg sebenarnya nabi atau rosul telah diajarkan langsung oleh tuhan yg sebenarnya yaitu Allah. Allah Swt mengajarkan ilmu langit dan bumi seluruhnya ke nabi dan rosul yg terpilih…
Sloka Bhagavad Gita :
ihaikasthaṃ jagat kṛtsnaṃ paśyādya
sacarācaram
mama dehe guḍākeśa yac cānyad draṣṭum
icchasi ||11.7|
“Wahai Arjuna apapun yang ingin engkau lihat,
lihatlah dengan segera dalam badan-Ku ini!
Bentuk semesta ini dapat memperlihatkan
kepadamu apapun yang engkau ingin lihat
sekarang dan apapun yang engkau ingin lihat
pada masa yang akan datang. Segala sesuatu-
baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak-berada di sini secara lengkap, di satu
tempat.”
anekavaktranayanam anekādbhutadarśanam
anekadivyābharaṇaṃ divyānekodyatāyudham ||
11.10|
divyamālyāmbaradharaṃ
divyagandhānulepanam
sarvāścaryamayaṃ devam anantaṃ
viśvatomukham
||11.11|
“11.10-11
Dalam bentuk semesta itu, Arjuna
melihat mulut-mulut yang tidak terhingga, mata
yang tidak terhingga, dan wahyu-wahyu ajaib
yang tidak terhingga. Bentuk tersebut dihiasi
dengan banyak perhiasan rohani dan membawa
banyak senjata rohani yang diangkat. Beliau
memakai kalung rangkaian bunga dan
perhiasan rohani, dan banyak jenis minyak
wangi rohani dioleskan pada seluruh badan-
Nya. Semuanya ajaib, bercahaya, tidak terbatas
dan tersebar kemana-mana.”
Dan yg terakhir khalifah Allah atau Khalifatullah Imam Mahdi atau ratu adil juga diajarkan semua ilmu yg Allah ketahui di langit maupun di bumi, untuk mengembalikan islam seperti dahulu kala, bukan seperti yg sekarang ini yg ilmu agama islamnya buta sebelah…..
Jangka jayabaya. serat musarar bait 164 :
putra kinasih swargi kang jumeneng ing gunung
Lawu
hiya yayi bethara mukti, hiya krisna, hiya herumukti
mumpuni sakabehing laku
nugel tanah Jawa kaping pindho
ngerahake jin setan
kumara prewangan, para lelembut ke bawah
perintah saeko proyo
kinen ambantu manungso Jawa padha asesanti
trisula weda
landhepe triniji suci
bener, jejeg, jujur
kadherekake Sabdopalon lan Noyogenggong
Artinya :
putra kesayangan almarhum yang bermukim di
Gunung Lawu
yaitu Kyai Batara Mukti, ya Krisna, ya Herumukti
menguasai seluruh ajaran (ilmu langit dan bumi)
memotong tanah Jawa kedua kali
mengerahkan jin dan setan
seluruh makhluk halus berada dibawah
perintahnya bersatu padu
membantu manusia Jawa berpedoman pada
trisula weda
tajamnya tritunggal nan suci
benar, lurus, jujur
didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong
Serat centhini jilid 4 (terusan jangka jayabaya, berdasarkan hadits) :
b. Ping telulas, patbelas myang gangsal welas,
tumedhak Imam Mahdi, aneng antaranya, rukun
kalawan makam, Ibrahim Mekah nagari, yuswaya
lagya, sakawandasa warsi.
Artinya: Pada tanggal 13, 14, dan 15, turunnya
Imam Mahdi diantara Makam Ibrahim dan Ka’abah
di Mekah, usianya sekitar empat puluh tahun.
c. Ingkang dadya pangareping wadyabala, Malekat
Jabarail, dene pamburinya, Malekat Mingkailla,
jumenenge Imam Mahdi, lir Hyang Suleman, kadi
Dulkarnaeni.
Artinya: Yang jadi balatentaranya, Malaikat Jibril di
depan sedangkan di paling belakang Malaikat
Mikail. Diangkatnya Imam Mahdi seperti Nabi
Sulaiman juga seperti Dhulkarnain
“Al Mahdi akan memiliki seluruh dunia.” (Al-Muttaqi al-Hindi, Al-Burhan fi `Alamat al-Mahdi Akhir al-Zaman, hal. 10)
“Dia disebut Al Mahdi karena dia diberikan
pedoman untuk sebuah keadaan yang tidak
diketahui oleh siapa pun juga.” (Al-Muttaqi al-
Hindi, Al-Burhan fi `Alamat al-Mahdi Akhir al-
Zaman, hal. 77)
“ Sungguh, bumi ini akan dipenuhi oleh kezhaliman
dan kesemena-menaan. Dan apabila kezhaliman
serta kesemena-menaan itu telah penuh, maka
Allah SWT akan mengutus seorang laki-laki yang
berasal dari umatku, namanya seperti namaku, dan
nama bapaknya seperti nama bapakku. Maka ia
akan memenuhi bumi dengan keadilan dan
kemakmuran, sebagaimana ia (bumi) telah dipenuhi
sebelum itu oleh kezhaliman dan kesemena-
menaan. Di waktu itu langit tidak akan menahan
setetes pun dari tetesan airnya, dan bumi pun tidak
akan menahan sedikit pun dari tanaman-
tanamannya. Maka ia akan hidup bersama kamu
selama 7 tahun, atau 8 tahun, atau 9 tahun. (HR.
Thabrani) ”
Wallahu’alam..

Tuesday, April 19, 2016

Bongkahan Pustaka dari Garut


Tiap tahun, Ajengan Muhammad Nuh Ad-Dawami (77) melahirkan kitab. Selama bulan puasa, kitab itu dikaji bersama para santrinya. Dari tangannya, lahir puluhan kitab. Uniknya, masih ditulis tangan. Karangan itu pun hanya tersebar di para muridnya.
Karyanya pernah diupayakan ditulis ulang dengan komputer. Kemudian ia memeriksanya. Rupanya banyak salah ketik. Komputerisasi pun dihentikan. Karena tak pernah bisa mengetik, ia pun kembali menggoreskan penanya. Kebiasaan itudilakoni sejak belia, ketika nyantri sejak usia dini.
Ia bermukim di Cisurupan, 35 km arah selatan dari pusat Kota Garut. Jika bicara, suaranya bariton dan tegas, khas penceramah. Ia memang penceramah keliling. Di usia jelang kepala delapan, masih berkeliling ke tempat-tempat terpencil. Terutama Garut selatan, seperti Bungbulang, daerah yang bertahun-tahun dibinanya.
Waktu itu sore ditingkahi gerimis. Perkampungan Cisurupan disembunyikan kabut. Ajengan Nuh bersandar ke dinding rumahnya. Ia mengenakan sarung krem bergaris hijau. Kopiahnya dilucut, disimpan di samping. Tubuhnya dibalut jaket hijau muda. Hawa dingin memang menusuk. Ia bercerita.
Tahun 90-an, ia dianjurkan Enas Mabarti untuk menuliskan ceramah-ceramahnya. Enas, penulis kelahiran Tasikmalaya yang tinggal di Garut, kagum akan ceramahnya. Sampai ia menawarkan asisten untuk sang ajengan.
Ajengan yang disapa Akang oleh santri dan Abah oleh anaknya, meminta Ai Sadidah, puteri ketiga membawakan kitab-kitabnya. Kepada Surah, ia perlihatkan Mustika Akidah: Widuri Pamanggih, Tauhid Praktis ‘ala Thariqah Ahli Sunah wal-Jamaah, Peperenian Lentera Cacaang, Jalan Ambahan Kabagjaan Jalma Awam.
Kemudian Taraweh Qiyam Ramadhan, Tutungkusan Permata, Tauhid Amaly Ahlu Sunah wal-Jamaah, Hizb Tafrij Kurab Qodlai Hajati (Senjata Panyinglar Kasusah Nutupan Pangabutuh), Al-Mukhtashar fi Tauhidy wa-Ta’biruhu bil-Adzkari, Karakteristik Ahl Sunah wal-Jamaah, al-Muhtaj Ilaih.
Rata-rata karya pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda berbahasa Sunda, karena ia ingin bicara kepada kaumnya, disamping menjaga bahasa ibu para santri. Selain itu, ada juga berbahasa Arab dan Indonesia.
“Akhir tahun 80-an Abah sudah menulis, seperti tukilan Ilmu Bayan, Ilmu Ushul Fiqh, Bab Tarawih, Bab Syahadat. Tapi, secara serius dalam satu buku seperti Bentang Salapan, sejak tahun 2000,” kata putera Ajengan Nuh, Cecep, kepadaSurah, bulan Februari lalu.
Jauh sebelumnya, Garut telah melahirkan ratusan penulis dengan karya-karyanya. Garut punya trah kepenulisan panjang. Mulai dari karya sastra, penelitian ilmiah, dan risalah keagamaan.
Subur tanah, subur risalah


Garut, sebagaimana wilayah selatan Jawa Barat, bertanah pegunungan dan bebukitan. Ada rangkaian gunung api aktif yang mengelilingi dataran dan cekungan antar gunung, seperti komplek gunung Guntur, Haruman, Kamojang di sebelah barat,  Papandayan, Cikuray di sebelah selatan dan tenggara, dan gunung Cikuray, Talagabodas, Galunggung di sebelah timur. Letusan gunung berapi berabad lalu, menyebabkan tanah Garut subur untuk pertanian dan perkebunan.
Pada zaman kolonial, tak kurang 35 kebun dikelola Belanda. Bahkan, dari Garut pula tanaman teh dikembangkan, yang kemudian ditanam di daerah-daerah lain.
Alamnya yang hijau dan kontur bebukitan jadi daya tarik tersendiri. Keindahan Garut pernah membuat orang Belanda menjuluki Swiss van Java. Konon karena itulah,Charlie Chaplin, bintang film serbabisa kelahiran Inggris, pernah ke Garut. Bukan hanya Chaplin, tapi si pemilik kumis Hitler itu hingga dua kali berkunjung.
Tak hanya untuk tanaman, tanah Garut subur pula melahirkan penulis. Ratusan karya lahir dari tangan anak-anaknya. Dari waktu ke waktu seolah ada barisan panjang, turun-temurun, sambung-menyambung untuk menulis. Sepertinya, orang garus unya rumus; subur tanah harus subur risalah.
Pada periode awal, para pengarang menggunakan Wawacan sebagai cara penulisan. Wawacan  adalahcaramenulis berbentuk dangding, yaitu tulisan terikat dalam aturan pupuh 17. Misalnya pupuh Kinanti, vokal akhir harus berbunyi u-i-a-i-a-i.
Selain wawacan, yang termasuk dangding adalah guguritan. Perbedaannya, wawacan biasanya terdiri bermacam-macam pupuh; berisi cerita babad, wayang; kisah kontemporer. Sedangkan guguritan umumnya terdiri satu-dua pupuh yang tidak begitu panjang.
Pengarang yang menulis dengan wawacan adalah Raden Haji Muhammad Musa (1822-1886). Pada usia belia, ia diajak ayahnya, Raden Rangga Suryadikusumah (Patih Limbangan), naik haji. Sepulang dari tanah suci, ia belajar agama di sebuah pesantren Purwakarta.
Musa menulis dalam bentuk wawacan sebanyak 11 judul dan 33 dalam bentuk prosa. Di antara buah tangannya adalahWawacan Raja Sudibya (1862), Wawacan Wulang Krama (1862), Wawacan Secanala (1863), Wawacan Ali Muhtar (1864), Wawacan Wulang Murid (1865), Wawacan Panji Wulung (1871) Dongeng Pieunteungeun (1867), Katrangan Lampar Sebar(1874), Dongeng-dongeng nu Araneh (1884).
Menurut penelitian Mikihiro Moriyama, Musa adalah tonggak perkembangan modernitas di kalangan orang Sunda. Terutama dalam karyanya “Wawacan Panji Wulung. Dalam buku itu, ia  menggambarkan jiwa-jiwa modern, seperti tokoh yang mengandalkan bukti dan nalar.
Peneliti Jepang tersebut menganggap modern ketika Musa menulis tokoh utama yang tidak umum pada wawacan. Musa mislanya menulis tokoh yang tidak mempercayai dukun. Padahal, cerita wawacan biasanyadidominasi khayalan tak masuk akal.
Cara berpikir Musa seperti itu, tak bisa dimungkiri karena terpengaruh seorang Belanda, K.F Holle. Keduanya berkawan selama 30 tahun. Holle-lah yang mendorongnya untuk menulis dari mulai tradisi Sunda hingga persoalan pertanian.
Musa memiliki puteri, Raden Ayu Lasminingrat (1843-1948). Ia pengarang angkatan pertama perempuan Sunda. Dari tangannya, lahir Warnasari (2 jilid), terjemahan dari buku bahasa Belanda Verhalen van Moeder de GansIa pula bersama Raden Dewi Sartika, perempuan perintis pendidikan perempuan Sunda dalam lembaga Sakola Istri.
Pengarang lain yang menggunakan wawacan adalah Haji Hasan Mustapa (1852-1930). Ia adalah seorang penghulu, ulama dan pujangga Sunda terbesar. Ia sangat populer dengan tulisandangdingnya. Sekitar tahun 1900, Haji Hasan Mustapa (selanjutnya HHM) menulis 10.000 bait dangding yang mutunya dianggap tinggi oleh para pengeritik sastra Sunda.
Menurut Hawe Setiawan, dalam sastra Sunda, karya-karya HHM adalah tonggak penting sebagai puisi yang mengandung mistisisme Islam. Hingga kini, karya-karyanya dalam bentuk dangding, belum ada yang mampu menandingi.
Di antara karya HHM adalah Gelaran Sasaka dina Kaislaman(tanpa tahun), Bale Bandung(1925), Patakonan jeung Jawabna(surat-surat HHM dengan Kiai Kurdi Tasikmalaya, tanpa tahun), Bab adat-adat Urang Priangan jeung Sunda Liana ti Eta(1913).
Beberapa karyanya disimpan di perpustakaan Leiden, Belanda. Di antaranya Istilah, Martabat Tujuh, Basa Kolot, Gurinda Alam, Babaran Ngeunaan Basa Sunda dan Buka Rahasia Sebetulnya Aceh dan Pidi.
Karya-karyaHHM, dibagi ke dalam dua golongan, yakni puisi dan prosa. Dalam golongan pertama, terdapat dangding. Golongan kedua, terdapat uraian mengenai pokok masalah tertentu yang biasanya diselipi dangding, dan dialog dalam bentuk tanya-jawab.
Dalam tulisan-tulisannya, ia dituduh berpandangan wahdatul wujud (faham menyatunya manusia dengan Tuhan). Salah satu tuduhan datang dari Sayid Utsman bin Aqil. Menjawab tuduhan, ia menulis risalah berjudul Mayar Kontan, Sakalian Ngabekem Gelap Saleser (Membalas kontan sekalian membekap guntur menyambar).
Garut Terus Menulis
Tanah Garut tetap subur melahirkan karya tulis dari tangan anak-anaknya. Publik sastra Indonesia tidak akan melupakan novel Atheis (1949)Novel tersebut diangkat ke layar lebar dengan judul sama tahun 1974. Pengarangnya Achdiat Karta Mihardja (1911-2010). Ia tokoh sastra Indonesia yang hidup di lima zaman (Belanda, Jepang, Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi).
Achdiat mendokumentasikan perdebatan kebudayaan para pendiri bangsa ini dalam Polemik Kebudayaan (editor, 1948). Dari tangannya juga lahir Bentrokan dalam Asrama (drama, 1952), Keretakan dan Ketegangan (kumpulan cerpen, 1956), Kesan dan Kenangan (1960), Debu Cinta Berterbangan (novel, 1973) Belitan Nasib (kumpulan cerpen, 1975).
Di tahun sama, terbit kumpulan cerpennya, Pembunuhan dan Anjing Hitam. Tahun 1977, mengarang naskah drama Pak Dullah in Extrimis(drama, 1977), Si Kabayan, Manusia Lucu (1997)Manifesto Khalifatullah (novel, 2006).
Tahun 1928 lahir Dodong Djiwapradja. Sejumlah puisinya tersebar di majalah juga antologi Gema Tanah Air (1948) susunan H.B. Jassin, Laut Biru Langit Biru (1977) susunan Ajip Rosidi. Baru tahun 1997 dia menerbitkan puisi tersendiri bernama Kastalia (kumpulan sajak 1948-1973). Sajak-sajaknya dikumpulkan juga Linus Suryadi A.G. dalam Tonggak(1987).
Sembilan tahun kemudian, Garut melahirkan sastrawan Wing Kardjo Wangsaatmaja. Ia menulis sejumlah puisi yang dikumpulkan dalam Selembar Daun (1974), Perumahan (1975), Fragmen Malam (1975). Ia juga menerbitkan Pohon Hayat: Sejemput Haiku (2002).
Lalu, tahun 1949, lahir Usep Romli HM. Ia tinggal di Desa Cibiuk. Pengarang yang ini menulis di mingguan Fusi,GiwangkaraPelitaSipatahunan, dan Pikiran RakyatKalawarta Kujang, Mangle, Hanjuang, Gondewa, Galura.
Sebagai seorang yang dibesarkan di pesantren, beberapa karyanyamengungkap duniasantri, diantaranya Bentang Pasantren (bintang pesantren, novel, 1983), Cuerik Santri (tangis santri, kumpulan Cerpen, 1985) Jiad Ajengan, (jampi-jampi Kiai, cerpen, 1991), Percikan Hikmah (kumpulan anekdot Islam, 1999), dll.
Surah pernah bertamu ke rumah pengarang yang masih produktif menulis ini. Dan beberapa kali komunikasi melalui ponsel dan jejaring sosial.
Di ruang tamunya, terdapat beragam jenis buku. Baik karya sendiri maupun karya penulis lain. Juga terdapat kitab-kitab kuning yang biasa dikaji di pesantren. Ia memang ahli bahasa Arab. Kemampuannya itu telah mengirimkannya dalam liputan Timur Tengah manakala ia jadi wartawan Pikiran Rakyat.
Beberapa piagam penghargaan tergantung di dinding. Ia memang pernah meraih penghargaan Hadiah Mangle (1977), Hadiah Penulisan Buku Depdikbud (1977), Piagam Wisata Budaya Diparda Jabar (1982) serta Hadiah Sastra LBSS (1995). Juga anugerah Rancage (2010) untuk kategori karya, yaitu buku Sanggeus Umur Tunggang Gunung; dan Rancage kategori jasa (2011)
Menurut Usep, sejak awal abad 18, Garut sudah menjadi sumber ilham para sastrawam, pelukis, dan fotografer. Pengarang Arab Abdullah Assegaf menulis Fatat Qarut (novel, Gadis Garut), penyair Jerman juga pernah menulis puisi-puisi berlatar belakang keindahan Garut.
Moh. Ambri, sastrawan Sunda yang terkenal terkenal dalam bukunya Numbuk di Sue (1936), memakai daerah Garut Selatan yaitu Waspada, Cikajang, Cisompet, Cilauteureun sebagai latar kisah.
“Hal ini membentuk tradisi intelektual penduduk stempat untuk aktif dan kreatif melahirkan karya-karya tulis,” paparnya.
Karena itulah hingga kini, Garut terus berkarya melalui pengarang-pengarangnya seperti Surachman RM, Olla S Sumarnaputra, Abdullah Mustapa, Ai Koraliati, Andan Purasasmita, Apip Mustopa, Nenden Lilis A., Asep Salahudin, dan Iip D. Yahya.
Sebelumnya, tanggal 23 Januari 2013, Usep mengirimkan pesan singkat ke ponsel saya. Isinya mengabarkan orang Garut yang memiliki ‘tenaga dalam’ luar biasa dalam menulis. Dalam sehari, tulisannya tentang Maulid Nabi Muhammad, dimuat di tujuh koran berbeda dengan perspektif berbeda.
Ketujuh artikel tersebut adalah Maulid Politik Kenabian (Kompas), Religiusitas Maulid Nabi (Republika), Spirit Budaya Kenabian (Republika rubrik Kabar Jabar), Maulid Kita (Pikiran Rakyat), Tarekat Kultural Maulid (Tribun Jabar), Maulid dan Paradoks Keberagamaan (Media Indonesia), dan Semiotika Berkat Maulid (Jurnal Nasional).
Penulis tersebut adalah Asep Salahudin, santri Limbangan yang kini mengabbdi Pesantren Suryalaya Tasikmalaya. Dalam produktivitas menulis, ia pernah memeroleh anugerah Rucita Aksara dari Universitas Padjajaran dalam kategori mahasiswa (S3) tahun 2012. Anugerah tersebut diberikan kepada dosen dan mahasiswa yang paling produktif menulis di media massa.
Usep pun menjelaskan semangat orang pesantren menulis. Menurut pengasuh Pesantren Raksa Sarakan (Cinta Tanah Air) ini, menulis itu karena dakwah. Bagi orang pesantren, dakwah tidak hanya dengan lisan, tapi juga tulisan.
Sebagaimana Muhammad Musa, Haji Hasan Mustapa, pesantren melahirkan penulis handal seperti KH Teten (Pesantren Al Ulfah Lewo, Malangbong), KH Hasan Basri (Pesantren Keresek Cibatu), KH Uding Bahrudin (Wates, Limbangan). Juga Ajengan KH Nuh Ad-Dawami, kiai yang dituturkan di muka tulisan ini.
Lalu, dalam benak saya terbersit sebuah pertanyaan, apakah daerah lain memiliki khasanah pustaka seperti Garut? Kemungkinan besar punya, tapi kemungkinan besar juga kita mengerti. Bukankah di antara kita banyak yang tidak mengerti tentang daerah kita sendiri, sehingga silau dengan negeri nan jauh? Ah, sudahlah, saya ingin menjelajah bongkahan pustaka di daerah lain lagi. (Abdullah Alawi)