Saturday, January 30, 2016

cerpen sedih berjudul Lelaki Matahari karya agistya pramesti

Lelaki Matahari

Cerpen Karangan: 

Seperti biasa, sang Ibu membangunkan anak lelakinya yang mulai remaja. Seorang anak bertubuh kekar yang diberi nama Sutrimo. Menurut orang Jawa, Su berarti baik dan Trimo berarti selalu menerima atau dalam bahasa Jawa berarti narima ing pandum. Singkatnya, Sutrimo berarti seorang anak yang berlaku baik dan selalu ikhlas dengan keadaan yang ada. “Nak, kamu nggak mau sekolah apa? Ini sudah siang, cepatlah mandi!” sang Ibu berulang kali membangunkannya. Ini adalah keempat kalinya perempuan paruh baya itu menjenguk anak lelakinya. Rumah kecil yang hanya berukuran lima kali delapan meter, berlantai ubin dan dua kamar tidur serta langit-langit kamar rendah yang langsung genteng membuat pengap sering menyerang para penghuninya.
“Ibu, aku nggak mau sekolah. Pokoknya aku nggak mau sekolah.”
“Memang kenapa? Apa ada yang mengganggumu di sekolah? Katakan pada Ibu!”
Sutrimo menggeleng lemah. Wajahnya muram lalu mengalihkan pandangan pada sang Ayah yang sedang asyik mengelap becak kesayangannya. “Aku belum bayar uang sekolah. Kemarin adalah hari terakhir. Aku tahu Ayah belum punya uang sebanyak itu. Tapi, ini juga salahku seharusnya aku nggak sekolah di tempat elit begitu,” ujar Sutrimo.
Pak Ponimin terenyuh mendengar penuturan putranya. Anak lelaki kebanggaannya yang menjadi pelecut semangat setiap pagi. Kemudian, ia segera beranjak menghampiri Sutrimo. “Maafkan Ayah, Nak. Kamu sekolah saja, mintalah keringanan batas waktu pada gurumu. Ayah usahakan agar hari ini uang itu sudah terkumpul. Tidak perlu menyalahkan dirimu, karena kamu pantas ada di sana. Ayah dan Ibu bangga dengan prestasimu. Jangan pernah patah semangat ya, karena Tuhan akan selalu memberi jalan bagi kita.”
Trimo, panggilan kecilnya itu hanya menggangguk. Sungguh, ia tak sampai hati untuk membuat Ayahnya bersedih. Karena itu, selama ini ia tak pernah memaksa meminta uang sekolah. Namun, batas waktu yang diberikan pihak sekolah sudah mencapai maksimal. Ultimatum sudah sempat diumumkan kemarin. Pak Ponimin mengayuh becaknya menerobos terik yang menyengat raganya. Ia bertekad bekerja lebih keras lagi demi memenuhi kebutuhan istri dan anaknya. Lelah bukan hal berarti, sebab senyum keluarga adalah hal terindah yang bisa ia nikmati.
“Bagaimana, Yah?” tanya Istrinya.
Pak Ponimin menghela napas. Ia tersenyum lalu duduk bersandar di teras rumah sederhananya.
“Alhamdulilah, Trimo nggak usah khawatir lagi. Ini!” sembari menyodorkan uang pada Istrinya. “Tapi, Yah..”
“Ya, aku ngerti apa yang Ibu akan tanyakan. Tadi aku pinjam uang ini pada Pak Margo. Dia memberi keleluasaan untuk mengembalikkan kapan saja setelah kita punya uang.”
“Ahamdulilah, Pak Margo baik banget ya?” ucap sang Istri. “Tapi, kenapa wajah Ayah masih terlihat sedih begitu?”
“Hmm. Bu, apa sebaiknya Ayah menerima tawaran Pak Margo ya?”
“Tawaran apa Yah?”
“Bekerja ke luar negeri. Jujur, kalau terus menjadi tukang becak, kita nggak bisa membiayai sekolah Trimo sampai tinggi. Dia satu-satunya harapan kita, tanggung jawab yang harus kita tuntaskan. Ayah ingin melihat Trimo berhasil dan menjadi orang. Dia nggak boleh merasakan hidup yang susah seperti kita.”
“Tapi, bekerja di luar negeri bukan satu-satunya jalan. Ibu sangat khawatir kalau harus berpisah dengan Ayah. Nanti kalau Ayah di sana sakit, siapa yang akan merawat? Belum lagi untuk pulang ke sini pasti butuh ongkos yang nggak ringan. Berita di televisi soal mereka yang kerja di luar negeri banyak yang mengerikan, Ibu nggak mau Ayah mengalami nasib yang sama seperti mereka.”
“Ibu nggak perlu khawatir begitu. Tuhan pasti akan menjaga Ayah. Yang harus kita pikirkan adalah masa depan Trimo.” Seorang remaja lelaki tengah menyeka air matanya. Di balik jendela, ia mendekap rasa haru yang membuatnya merasa bersalah. Seragam putih abu-abu yang ia kenakan ini memang bukan jejak yang harus terhenti di tengah jalan. Ia pun punya cita yang sama, namun jika harus menuntut pengorbanan berlebih dari sang Ayah, ia tak sanggup. Lelaki renta yang tengah beranjak senja itu semestinya telah menikmatinya hari tua dengan tenang. Sayang, lakon hidup masih harus dijalani dengan lebih tegar lagi.
“Ada apa? Kenapa wajahmu muram begitu?” tanya Pak Ponimin.
“Ayah, aku nggak mau Ayah pergi.”
“Trimo, memangnya Ayah mau pergi ke mana? Kamu ini aneh-aneh saja,” kata Pak Ponimin sembari tersenyum simpul. Pak Ponimin berjalan ke luar rumah. Di depan rumah, sengaja ia memasang tempat duduk kecil yang sering mereka lewatkan ketika bercengkerama menunggu malam. Ia paham dan mengerti kekhawatiran yang melanda batin Sutrimo. Tapi tak ada pilihan lain, semua demi masa depan anak tersayangnya.
“Ayah, aku bersungguh-sungguh. Jangan pergi! Jangan pernah pergi!” rengek Sutrimo
“Trimo, kamu itu anak laki-laki. Harus kuat, jangan cengeng begitu. Ayah cuma mau titip pesan. Tolong jaga Ibumu! Hibur dia kalau sedih, jangan biarkan ada air mata!”
Sutrimo terisak. Ia merasakan perpisahan yang dalam, padahal sang Ayah ada di depannya. Guratan zaman yang kian letih di wajah senjanya membuat Sutrimo tak bisa menahan sesak. Ia tak sampai hati membayangkan sang Ayah harus bekerja keras di negeri orang tanpa bisa ia tahu seperti apa keadaannya. “Tuhan, tolong lindungi Ayah terbaikku. Sungguh, ia adalah Ayah terhebat di dunia. Ijabah segala doa dan inginnya,” batin Sutrimo.
Rentang jarak Indonesia dengan China bukan ukuran yang bisa ditempuh dengan hitungan detik. Kelebat yang terbiasa nyata lalu menghilang, tentu saja membias rindu. Ada hati yang tertatih menakar rasa. Bukan hanya Sutrimo, tapi sang Ibu merasakan rindu yang serupa. Detak yang saling berdenyut meski detik tak seirama. Setahun berlalu, semua berjalan lancar seperti yang mereka impikan. Sutrimo menjalani hari dalam semangat yang terus meletup, sebagai bukti bagi kebanggaan sang Ayah.
“Trimo … Mo?” suara sang Ibu tergopoh-gopoh menuju kamar Sutrimo.
“Ada apa toh, Bu? Kok samapai keringetan begitu?”
“Ini loh Mo ada surat dari pos. Coba kamu baca! barang kali dari Ayahmu.”
Sutrimo meraih surat yang diberikan oleh Ibunya. Ia beranjak duduk di sisi pembaringan. Ada debar yang menyelimuti hatinya, tak biasa. Perlahan ia tersenyum ketika tahu surat itu dari China. “Gimana? Ayahmu ngomong apa?” Sutrimo hanya diam. Matanya terperangah. Ia mematung tanpa kata. Bungkam, seolah udara membekapnya tiba-tiba.
“Mo, ada apa? Katakan pada Ibu! Kenapa?” suara sang Ibu merajuk. “Bu?” lirih gumam Sutrimo . “Ayah, dia..”
“Ayahmu kenapa? Dia mau pulang? Apa dia sakit?” gundah menyerang tanya sang Ibu.
Sutrimo memeluk sang Ibu dengan erat. Tak tahan, air mata jatuh juga. Ia menangis, melampiaskan sesak di dadanya.
“Bu, surat dari kedutaan. Mereka bilang Ayah sudah meninggal dalam sebuah kecelakaan kerja.”
“Apa!” Wajah sang Ibu pucat pasi, lidahnya kelu. Dunia seakan berputar dan ia terlempar ke tempat yang sangat asing. “Ibu, jangan begini! Bu bangun! Ibuuu!!!” teriak Sutrimo histeris.
Beberapa tetangga dekat berdatangan, mereka pun masih tak percaya dengan kabar duka yang sungguh memilu itu.
“Ayah, ku himpun berita indah menunggu datangmu. Tak pernah ku duga kau lebih dulu memberi kami berita. Maaf, benar-benar maaf. Bagaimana rindu ini akan ku kabarkan? Senyum itu tak akan pernah lagi ku lihat. Kenapa secepat itu harus melepasmu? Aku ingin melihatmu, Yah. Sangat ingin! Aku rindu, aku rinduuuu Ayah!!!” Sutrimo histeris sembari menggenggam piala kemenangannya pada kenaikan kelas kemarin.
Dan pada setiap jejak, akan selalu ada kisah
Tentang sosok yang tak pernah terganti
Dan pada setiap waktu, akan selalu ada doa
Untuknya yang tak pernah hilang
Ayah
Cerpen Karangan: Agistiya Pramesti
Facebook
: Agistiya Parmesti
TERIMA KASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG INI... JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR 

cerpen Janji Di Bawah Langit Biru karya Fauzi Maulana

Janji Di Bawah Langit Biru

Cerpen Karangan: 
“Ayahku sudah pergi selamanya!” ucap Eun-ji dengan mata yang berkaca-kaca.
“Tak usah terlalu sedih Eun-ji! aku… Akan selalu ada untukmu,” seru Hong-jae agak terbata bata. Mereka saling bertatapan. Hong-jae menundukkan pandangannya. Ia tak kuat bila ditatap terlalu lama oleh Eun-ji. “Bagaimana bisa?” tanya Eun-ji mengusap air mata di pipinya.
“Eun-ji! Mari saling menatap ke atas! kau lihat ada apa di sana?” ujar Hong-jae lalu merebahkan tubuhnya di atas hamparan rumput hijau. Eun-ji lalu mengikuti apa yang dilakukan Hong-jae.
Kini mereka saling menatap angkasa yang biru. “Ada langit biru dan sedikit awan,” ucap Eun-ji.
“Park Eun-ji! Mari bersama, Kita mengikat janji di bawah langit biru yang cerah dan luas ini,” tangan Hong-jae lalu menggenggam tangan Eun-ji. “Kim Hong-jae! Heh… Berjanjilah kau akan selalu ada untukku! Berjanjilah kau akan selalu jadi perisaiku…” ujar Eun-ji menatap wajah Hong-jae dari samping.
“Langit biru ini saksinya Eun-ji. Aku berjanji. Kau! Berjanjilah untuk selalu menjadi Eun-ji yang ku kenal, yang selalu ceria. Jangan khawatir aku akan berusaha menjadi perisai yang akan selalu melindungimu,” sambung Hong-jae. Mereka pun lalu bangkit dan pergi menuju tempat yang mereka rencanakan.
Sebulan mereka bersama, semenjak janji yang mereka ucap.
“Apa kita pacaran?” tanya Eun-ji spontan membuat Hong-jae tersedak minumannya lalu terbatuk-batuk.
“Maaf! Hong-jae… kau tak apa apa kan?” tanya Eun-ji panik. Sejenak keadaan pun menjadi hening.
“aku selalu berharap demikian. Tapi, aku tak terlalu berharap padamu Eun-ji. Aku merasa tak pantas denganmu,” Hong-jae tertunduk. Tiba-tiba Eun-ji mengecup kening Hong-jae, sehingga membuat Hong-jae bengong.
“Apa ini cukup menjadi bukti?” tanya Eun-ji dengan seulas senyum.
“Ee…ee..” Hong-jae bergeming. Eun-ji tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Hong-jae. Sebuah kecupan kembali mendarat. Kali ini di bagian bibir Hong-jae.
“Jadilah pacarku lewat kecupan ini!” bisik Eun-ji seraya menatap dalam wajah Hong-jae.
“Janjimu dan janjiku… Harus Kita tepati,” ucap Hong-jae. Eun-ji lalu tersenyum ringan. Ia mengerti maksud ucapan Hong-jae.
Di bawah langit biru musim semi. Hong-jae dan Eun-ji saling merebahkan diri. Menatap indah dan luasnya langit biru karya Tuhan itu. “Ayah! Lihatlah sekarang. aku sedang bersama sosok yang dulu Ayah benci. Sekarang, dia bersamaku dan selalu menjadi perisaiku. Ayah! Berkatilah kami di sini. Bahagialah di sana Ayah!” seru Eun-ji berkata dengan mata tertutup. Hong-jae hanya tersenyum kecil, hanya terlihat sebagian gigi putihnya itu.
“Paman! aku berjanji. Akan selalu ku jaga putrimu yang luar biasa ini. Paman! aku tahu kau sedang bahagia di sana. Restuilah dan berkatilah kami. Karena aku… Sangat menyayangi putrimu ini,” sambung Hong-jae menirukan gaya bicara Eun-ji dengan menutup kedua matanya. Eun-ji membuka matanya dan memandang wajah Hong-jae yang sedang memejamkan matanya. Eun-ji lalu memeluk tubuh Hong-jae dengan segenap rasa di jiwanya. “Terima kasih Hong-jae. Langit biru itu telah mengikap janji Kita dulu. Cinta Kita akan selalu terbentang luas seperti langit biru yang indah itu,” bisik lembut Eun-ji.
KISS!
Untuk pertama kalinya, Hong-jae mencium bibir Eun-ji. Kini, giliran Eun-ji yang bengong. Hong-jae lalu menarik tubuh Eun-ji sehingga kini mereka dalam posisi duduk.
—-
“Apa warna langit?” tanya seorang anak perempuan berusia 4 tahunan yang berada di pangkuan Hong-jae.
“Biru,” jawab Hong-jae. “Bentuknya bagaimana?” kembali anak perempuan itu bertanya, membuat Hong-jae gemas.
“Luas dan iiiiiindaaaah sekali…” jawab Hong-jae lalu mencubit kecil pipi anak itu.
“Sudahlah Ye-eun, Ayahmu pasti tambah gemas. Kamu mau digigitnya?” ucap Eun-ji sambil membawa sepiring pancake cokelat. “Kamu memang gadis Ayah yang paaaaaling cantik dan menggemaskan Ye-eun,” puji Hong-jae dengan sebuah kecupan penuh cinta di pipi buah hatinya itu.
Eun-ji lalu menyuruh dua orang di depannya itu untuk segera sarapan. Dengan hidangan yang ia buat, Hong-jae dan Ye-eun terlihat bahagia dan menikmatinya. Sebuah janji yang terikat kini telah berbuah manis. Hidup yang dijalani Eun-ji kini semakin berwarna semenjak kehadiran Hong-jae. Bersama selama dua tahun, mereka dianugerahi malaikat kecil yang semakin memberi warna di hidup mereka. Song Ye-eun, buah hati yang selalu mereka jaga. Saat ini janji mereka bertambah di bawah langit biru, mereka berteriak akan menjaga dan membesarkan titipan Tuhan yang telah mereka terima. Saling bergandengan tangan, tiga orang yang bahagia itu bersama menempuh hidup ini. Langit biru pun seolah tersenyum kepada mereka bertiga. Inilah jalan yang telah mereka tempuh, mereka jalani dengan bersama sama yang dipenuhi cinta, kasih dan untaian janji suci.
sekian.....
TERIMA KASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG INI, JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTARNYA SEBELUM PERGI, :D
Cerpen Karangan: Fauzi Maulana
Facebook: www.facebook.com/fauzimaulana.sukidakara

Saturday, January 23, 2016

THE BEATLES LYRICS




"Hey Jude"


Take a sad song and make it better
Hey Jude, don't make it bad
Remember to let her into your heart
Then you can start to make it better

Hey Jude, don't be afraid

You were made to go out and get her
The minute you let her under your skin
Then you begin to make it better

And anytime you feel the pain, hey Jude, refrain

Don't carry the world upon your shoulders
For well you know that it's a fool who plays it cool
By making his world a little colder
Nah nah nah nah nah nah nah nah nah

Hey Jude, don't let me down

You have found her, now go and get her
Remember to let her into your heart
Then you can start to make it better

So let it out and let it in, hey Jude, begin

You're waiting for someone to perform with
And don't you know that it's just you, hey Jude, you'll do
The movement you need is on your shoulder
Nah nah nah nah nah nah nah nah nah yeah

Hey Jude, don't make it bad

Take a sad song and make it better
Remember to let her under your skin
Then you'll begin to make it
Better better better better better better, oh

Nah nah nah nah nah nah, nah nah nah, hey Jude

Nah nah nah nah nah nah, nah nah nah, hey Jude
Nah nah nah nah nah nah, nah nah nah, hey Jude
Nah nah nah nah nah nah, nah nah nah, hey Jude
Nah nah nah nah nah nah, nah nah nah, hey Jude
Nah nah nah nah nah nah, nah nah nah, hey Jude
Nah nah nah nah nah nah, nah nah nah, hey Jude
Nah nah nah nah nah nah, nah nah nah, hey Jude
Nah nah nah nah nah nah, nah nah nah, hey Jude
Nah nah nah nah nah nah, nah nah nah, hey Jude
Nah nah nah nah nah nah, nah nah nah, hey Jude
Nah nah nah nah nah nah, nah nah nah, hey Jude
Nah nah nah nah nah nah, nah nah nah, hey Jude
Nah nah nah nah nah nah, nah nah nah, hey Jude
Nah nah nah nah nah nah, nah nah nah, hey Jude
Nah nah nah nah nah nah, nah nah nah, hey Jude [fade out]

download the beatless hey jude.mp3 [KLIK DISINI]

Thursday, January 21, 2016

kumpulan puisi bertema kesepian/kesendirian paling menyentuh

                 assalamualaikum wr,wb     
sahabat saya telah mengumpulkan beberapa puisi yang bertema KESEPIAN ATAU JUGA KESENDIRIAN yang sangat menyentuh dan sangat menggambarkan perasaan seseorang yang sedang kesepian, baiklah tampa banyak berkata-kata berikut puisinya:

sajak kesepian
oleh: andri sugiana

wahai imajinasi

temanilah aku malam ini

aku sedang ingin berpuisi

pena dan kertas telah ku perbaharui

tinggallah engkau datang pada hati yang menggigil sepi

jikapun nanti engkau sudi

jadilah kekasih hati

lalu kita pergi, membangun rumah mimpi

karna disini, aku di telan sepi.

senin 18-01-16
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Puisi Sepi
oleh: Febriyandika TB

Cuma hampa terasa
Kesepian merasuk jiwa

Tanpa teman
Tanpa sahabat

Saat butuh penopang
Tak satupun yang jadi penyangga


Tak seorangpun yang pahami luka di jiwa
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Sendiri Tiada Arti
Oleh: Mahrus Sholeh

Sendiri
Terpaku Tak Sadarkan Diri
Diam Tanpa Kata Di Alam Hampa
Ku Termenung Tatapan Kosong
Menyibak Wajah Layuku Yang Sudah Usang
Sendiri
Terdiam Dalam Lamunan Melayang
Tertunduk Dalam Anganan Belaka
Ku Berdiri Tanpa Tujuan Arah
Ku Berjalan Melangkah Dengan Asa Yang Membuncah
Sendiri
Tanpa Kawan Penenang Angan
Tanpa Lawan Penjebak Amarah
Terbayang Dalam Sandiwara Pikiran
Akan Asa Yang Melayang
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Puisi Kesendirian
oleh: kadek sinta pradnya mita

ku terdiam dalam sepi kian menyelimuti hati
tersadar dalam sebuah mimpi yang tak pasti
seakan hidup ku ini tak berarti
ku coba langkahkan kaki ini
namun ku tak tau kemana dan di mana harus ku pijakan
kaki ini
ku coba tu ikuti suara hati
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sendiri
Oleh: adang lego prasetyo

sendiri di pagi hari
tak ada yang menyinari hati

cinta ku telah pergi
di bawa sang pujaan hati

aku ingin engkau kembali
tuk temani aku yang sendiri
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

nyanyian senyap
Oleh: fikriahmy

Nyanyian sang malam yang membuai…
Diantara geliat bintang dan rembulan
Yang terpapar disemesta mimpi
Yang terkadang datang dan pergi
Senyuman indah itu mendahagakan
Peluh dalam ragam keinginan
Sekelumit isyarat yang tak dimengerti
Tentangmu bidadari yang kupandang di kejauhan…
Apakah aku?
Sebentuk pungguk yang merindukan
Yang tak dijawab oleh keraguan
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sepi Dalam Sebuah Sajak
oleh: sang bayang

Malam menunjukan kelamnya,
ketika sebagian orang lelap dipembaringan,
seolah mati
tak pernah mengerti
kapan air liurnya mengalir.

Di tengah sepi bahagiaku ada,
diantara bahagia
ketentraman kudapat
dibalik jiwa dan hari hari sepi yang bahagia,
sebab bahagia dalam sepi adalah cita.

Sengaja kurengkuh tepi malam,
bukan lantaran pengecut,
bukan mengungsi
pada sepi demi ketentraman
seperti ahli semedi
sedang menggapai secuil nikmatnya surga.

Dalam kesunyian ini getar nadiku menjalar,
mengolah sepi dalam periuk sajak,
ketika sepi tak lagi lari
sembunyi kepuncak gunung,
tempat tempat keramat,
sebab sepi ada dimana mana tempat.

Sepi hanyalah gua bagi jiwa,
tak mencemari otak,
hingga mampu berpaling dari segala urusan
beserta embel embelnya.

Sungguh pasti bisa kau tebak isi sajak,
pada hakikat sepi hidup modern,
dimana tak ada waktu luang
untuk hentikan bunyi bunyi.

Ambarawa, Agustus 2012
(Sajak Sajak Kesepian)

Wednesday, January 6, 2016

contoh puisi karya admin dan kawan-kawan

Dia

oleh : Angga Nugraha Malik

Aku berjalan
Diapun ikut berjalan

            Aku berhenti
            Diapun ikut berhenti

Aku menghampirinya
Diapun ikut menghampiriku

            Dan akupun mati

Yang Manakah ?

Oleh : Angga Nugraha Malik

Negara ?
Neraka ?

            Neraka ?
            Negara ?

Negara Neraka ?
Neraka Negara ?



Hujan Kepedihan

Oleh : Angga Nugraha Malik

Mendung
Hari yang mendung
Mendung
Hati yang mendung

            Suara petir
            Membuat hati ini berdebar
            Suara petir
            Membuat tubuh ini bergetar

Hujan turun
Membasahi mata ini
Hujan turun
Membasahi pipi ini

            Hujan deras
            Hujanpun semakin deras
            Membanjiri mata ini
            Membanjiri pipi ini

Kubuka
Kedua ibu jari ini
Kuusap
Kedua mata dan pipi ini

            Walaupun
            Mendung semakin gelap
            Walaupun
            Petir takkan pernah leyap



Biografi singkat:

angga nugraha malik, anak muda kelahiran garut, 1998 ini merupakan salah satu alumni lulusan MA NEGERI CIBATU-GARUT angkatan 2015, yang kini melanjutkan pendidikannya pada jurusan ilmu agama islam dan keguruan di salah satu universitas swasta di kota garut, ia adalah seorang yang idealis namun pandai menempatan idalismenya pada hal-hal yang bertujuan baik, puisi-puisinya di atas merupakan buah dari pemikiran kritisnya tentang hidup.



--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

ingat kah engkau sahabat

  oleh: andri sugiana

ingat kah engkau sahabat
tentang gontainya langkahmu, saat kita bersama berjalan di atas bukit
melewati turun naiknya nasib
            ingat kah engkau sahabat
            tentang derasnya keringat, yang mengguyur dadamu
            saat kita bersama berlari diputaran roda kehidupan
ingat kah engkau sahabat
tentang panasnya mentari, yang melebur hati
saat kita bersama mengejar mimpi di bumi
            ingat kah engkau sahabat
            tentang dinginnya malam, yang mencengkram tubuhmu
            saat kita bersama mengaji diri dengan ilmu surgawi
ingat kah engkau sahabat
tentang kesedihan
                        kepedihan
                                    kelukaan
                                                kedukaan
                                                            kemuraman
dari kesendirian yang kau ubah menjadi kebersamaan yang indah
yang tawa                                 
  yang suka
                                                            yang ceria
                                                yang bahagia
menjadi kenangan yang dibuang sayang

masih ingatkah engkau sahabat ?
walau kini kau telah bahagia dalam kehidupan yang dulu hanyalah mimpi.

Biografi singkat:

andri sugiana, merupakan alumni lulusan MA NEGERI CIBATU-GARUT angkatan 2015, ia adalah seorang INTROVERT ,ia meruapan salah seorang pengagum sastra, juga merupakan seorang yang mencintai  pramuka, kecintaannya terhadap pramuka dibuktikan dengan keaktifannya dalamkegiatan kepramukaan baik di tingkat ambalan maupun ranting, ia juga merupakan anggota SAKA BHAYANGKARA RANTING CIBATU-garut.