Tuesday, February 16, 2016

puisi-puisi karya gus mus (KH. A. Mustofa Bisri)

 KH. A. Mustofa Bisri atau lebih sering dipanggil dengan Gus Mus (lahir di RembangJawa Tengah10 Agustus 1944; umur 69 tahun) adalah pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang dan menjadi Rais Syuriah PBNU. Ia adalah salah seorang pendeklarasi Partai Kebangkitan Bangsa dan sekaligus perancang logo PKB yang digunakan hingga kini.
Ia juga seorang penyair dan penulis kolom yang sangat dikenal di kalangan sastrawan. Disamping budayawan, dia juga dikenal sebagai penyair. Karya-karyanya yang telah diterbitkan, antara lain, Dasar-dasar Islam (terjemahan, Penerbit Abdillah Putra Kendal, 1401 H), Ensklopedi Ijma' (terjemahan bersama KH. M.A. Sahal Mahfudh, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1987), Nyamuk-Nyamuk Perkasa dan Awas, Manusia (gubahan cerita anak-anak, Gaya Favorit Press Jakarta, 1979), Kimiya-us Sa'aadah (terjemahan bahasa Jawa, Assegaf Surabaya), Syair Asmaul Husna (bahasa Jawa, Penerbit Al-Huda Temanggung), Ohoi, Kumpulan Puisi Balsem (Pustaka Firdaus, Jakarta, 1991,1994), Tadarus, Antalogi Puisi (Prima Pustaka Yogya, 1993), Mutiara-mutiara Benjol (Lembaga Studi Filsafat Islam Yogya, 1994), Rubaiyat Angin dan Rumput (Majalah Humor dan PT. Matra Media, Cetakan II, Jakarta, 1995), Pahlawan dan Tikus (kumpulan pusisi, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1996), Mahakiai Hasyim Asy'ari (terjemahan, Kurnia Kalam Semesta Yogya, 1996), Metode Tasawuf Al-Ghazali (tejemahan dan komentar, Pelita Dunia Surabaya, 1996), Saleh Ritual Saleh Sosial (Mizan, Bandung, Cetakan II, September 1995), Pesan Islam Sehari-hari (Risalah Gusti, Surabaya, 1997), Al-Muna (Syair Asmaul Husna, Bahasa Jawa, Yayasan Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, 1997). dan juga Fikih Keseharian (Yayasan Pendidikan Al-Ibriz, Rembang, bersama Penerbit Al-Miftah, Surabaya, Juli 1997).[1]


Berikut puisi-puisi daru Gus Mus:


Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana”


Kau ini bagaimana


Kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya


Kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kapir




Aku harus bagaimana


Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai

Kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai
Kau ini bagaimana


Kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku


Kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin-plan
Aku harus bagaimana


Aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimpung kakiku


Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku
Kau ini bagaimana


Kau suruh aku taqwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa


Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya
Aku harus bagaimana


Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya


Aku kau suruh berdisiplin, kau menyontohkan yang lain
Kau ini bagaimana


Kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilNya dengan pengeras suara setiap saat


Kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai
Aku harus bagaimana


Aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya


Aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya
Kau ini bagaimana

Kau suruh aku menggarap sawah,sawahku kau tanami rumah-rumah


Kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah
Aku harus bagaimana


Aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi


Aku kau suruh bertanggung jawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam Bisshowab
Kau ini bagaimana


Kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku


Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku
Aku harus bagaimana


Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu


Kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu
Kau ini bagaimana


Kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis


Kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis
Aku harus bagaimana


Kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah


Kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja
Kau ini bagaimana


Aku bilang terserah kau, kau tidak mau


Aku bilang terserah kita, kau tak suka

Aku bilang terserah aku, kau memakiku
Kau ini bagaimana


Atau aku harus bagaimana

-1987-



Dalam Kereta
Bukanya aneh bukannya dalam kereta aku kembali teringat
Apakah karena gemuruh yang melintas disini

Aku kembali teringat perjalanan kita yang singkat bukan karena jarak yang dekat
Tapi jarak terlipat oleh keasikan kita yang nikmat

Tidak seperti biasa, kita begitu menjadi kanak-kanak 
Bahkan kadang-kadang norak 

Tak terganggu stasiun berteriak-teriak dan suara kereta yang bergerak-gerak
Bukannya aneh kita menikmati kesendirian dalam keramaian

Stasiun demi stasiun terlewati tanpa kita sadari
Sampai kita kembali menjadi diri kita lagi

Kau dimana sekarang sayang 
Lalu apa yang ada disini (dada) yang terus bergemuruh ini


KALAU KAU SIBUK KAPAN KAU SEMPAT


Kalau kau sibuk berteori saja

Kapan kau sempat menikmati mempraktekkan teori?
Kalau kau sibuk menikmati praktek teori saja
Kapan kau sempat memanfaatkannya?
Kalau kau sibuk mencari penghidupan saja
Kapan kau sempat menikmati hidup?
Kalau kau sibuk menikmati hidup saja
Kapan kau hidup?


Kalau kau sibuk dengan kursimu saja
Kapan kau sempat memikirkan pantatmu?
Kalau kau sibuk memikirkan pantatmu saja
Kapan kau menyadari joroknya?
Kalau kau sibuk membodohi orang saja
Kapan kau sempat memanfaatkan kepandaianmu?
Kalau kau sibuk memanfaatkan kepandaianmu saja
Kapan orang lain memanfaatkannya?
Kalau kau sibuk pamer kepintaran saja
Kapan kau sempat membuktikan kepintaranmu?
Kalau kau sibuk membuktikan kepintaranmu saja
Kapan kau pintar?


Kalau kau sibuk mencela orang lain saja
Kapan kau sempat membuktikan cela-celanya?
Kalau kau sibuk membuktikan cela orang saja
Kapan kau menyadari celamu sendri?
Kalau kau sibuk bertikai saja
Kapan kau sempat merenungi sebab pertkaian?
Kalau kau sibuk merenungi sebab pertikaian saja
Kapan kau akan menyadari sia-sianya?


Kalau kau sibuk bermain cinta saja
Kapan kau sempat merenungi arti cinta?
Kalau kau sibuk merenung arti cinta saja
Kapan kau bercinta?


Kalau kau sibuk berkutbah saja
Kapan kau sempat menyadari kebijakan kutbah?
Kalau kau sibuk dengan kebijakan kutbah saja
Kapan kau akan mengamalkannya?
Kalau kau sibuk berdzikir saja
Kapan kau sempat menyadari keagungan yang kau dzikiri?
Kalau kau sibuk dengan keagungan yang kau dzikiri saja
Kapan kau kan mengenalnya?
Kalau kau sibuk berbicara saja
Kapan kau sempat memikirkan bicaramu?
Kalau kau sibuk memikirkan bicaramu saja
Kapan kau mengerti arti bicara?
Kalau kau sibuk mendendangkan puisi saja
Kapan kau sempat berpuisi?
Kalau kau sibuk berpuisi saja
Kapan kau akan memuisi?
(Kalau kau sibuk dengan kulit saja
Kapan kau sempat menyentuh isinya?


Kalau kau sibuk menyentuh isinya saja


Kapan kau sampai intinya?

Kalau kau sibuk dengan intinya saja
Kapan kau memakrifati nya-nya?
Kalau kau sibuk memakrifati nya-nya saja
Kapan kau bersatu denganNya?)

“Kalau kau sibuk bertanya saja


Kapan kau mendengar jawaban!”



Aku Merindukanmu, O, Muhammadku




Aku merindukanmu, o, Muhammadku 
Sepanjang jalan kulihat wajah-wajah yang kalah 
Menatap mataku yang tak berdaya 
Sementara tangan-tangan perkasa
Terus mempermainkan kelemahan 
Airmataku pun mengalir mengikuti panjang jalan 
Mencari-cari tangan 
Lembut-wibawamu 


Dari dada-dada tipis papan 
Terus kudengar suara serutan 
Derita mengiris berkepanjangan 
Dan kepongahan tingkah-meningkah 
Telingaku pun kutelengkan 
Berharap sesekali mendengar 
Merdu-menghibur suaramu 


Aku merindukanmu, o. Muhammadku 



Ribuan tangan gurita keserakahan 
Menjulur-julur kesana kemari 
Mencari mangsa memakan korban 
Melilit bumi meretas harapan 
Aku pun dengan sisa-sisa suaraku 
Mencoba memanggil-manggilmu 


O, Muhammadku, O, Muhammadku! 



Dimana-mana sesama saudara 
Saling cakar berebut benar 
Sambil terus berbuat kesalahan 
Qur'an dan sabdamu hanyalah kendaraan 
Masing-masing mereka yang berkepentingan 
Aku pun meninggalkan mereka 
Mencoba mencarimu dalam sepi rinduku 


Aku merindukanmu, O, Muhammadku 



Sekian banyak Abu jahal Abu Lahab 
Menitis ke sekian banyak umatmu 


O, Muhammadku - selawat dan salam bagimu - 



bagaimana melawan gelombang kebodohan 
Dan kecongkaan yang telah tergayakan 
Bagaimana memerangi 
Umat sendiri? O, Muhammadku 


Aku merindukanmu, o, Muhammadku 



Aku sungguh merindukanmu



Untuk ali jabbar dan usman awam


Di Basrah
Inilah basrah... 

tanah batu putih.. 
tak pernah berhenti memerah..
tak pernah lelah dijarah sejarah..


Inilah basrah...
pejuang badar bernama utbah 
membangun kota ini atas perintah umar al faruq sang khalifah
Entah mantra apa yg dibaca ketika meletakkan batu pertama
Sehingga kemudian setiap jengkal tanahnya..
Tak henti-hentinya merekam nuansa seribu satu cerita


Basrah yg marah.. basrah yg merah.. 
basrah yg ramah.. basrah yg pasrah..


Kota yg terus membatasi penduduknya 
dengan menambah jumlah syuhada..


Inilah basrah.. 
disini ali dan aisyah.. menantu dan istri nabi
mengumpulkan dendam amarah.. 
ghirah terhadap keyakinan kebenaran ..
setelah mengantarkan az zubair dan al haq, 
hawari-hawari nabi ke taman kedamaian abadi yg dijanjikan


Inilah basrah..
Di sini abu musa dan abul hasan 
mematrikan nama al as’ari pada lempeng sejarah
Inilah basrah.. 
di sini berbaur seribu satu aliran
Di sini sunnah, syiah dan mu’tazilah, 
masing-masing bisa menjadi bid’ah
Di sini berhala pemutlakkan pendapat terkapar oleh kekuasaan fitrah ..


Inilah basrah.. mimbar khalwat al hasan al bashari dan rabi’ah ..
Inilah basrah.. tempat bercanda abu nuas dan walibah ..
Inilah basrah.. tempat al musayyab dan syair2nya 
menghidupkan mirwat yang wah..


Inikah basrah... 
tangan takdir penuh misteri 
menuntunku.. tamu tak diundang ini kemari
Aku menahan nafas... 
Inikah basrah...


Inilah basrah.. setelah perang irak iran
Korma-korma yg masih pucat melambai ramah..
Para pemuda, gadis, dan bocah 
menyanyi dan menari tahnyiah
untuk penyair mirbat yg berpesta merayakan
entah kemenangan apa


Di sini jumat siang 25 jumadil ula
Sehabis menelan dan memuntahkan puisi-puisi kebanggaan
Ratusan penyair dengan garang berhamburan menyerang kambing-kambing guling..
Ikan-ikan shatul arab yg dipanggang kering
Nasi samin dan roti segede-gede piring.. 
anggur dan korma kemurahan basrah..
Aku dilepas takdir ke tengah-tengah mereka..
mengeroyok meja makan yg panjang.. 
menelan puisi dan saji ..
sambil kuperhatikan wajah-wajah para penyair,.
Kalau-kalau…, ah… 
sampai walibah dan abu nawas pun tak tampak ada..


Inilah basrah… 
bersama para penyair yg lapar.. kutelan semuanya..
Bersama-sama menghabiskan apa yang ada.. 
sampai mentari ditelan bumi..
Dan aku pun tertelan habis-habisan..
Basrah mulai gelap… 
barangkali adzan maghrib sudah dikumandangkan..
tapi tampaknya tak satupun yg mendengarnya..
Kami kekenyangan semua..


Dan aku, sambil bersendawa,
merogoh saku mencari-cari rokokku..
terasa kertas-kertas lusuh sanguku dari rumah..
puisi-puisi sufistik untuk al bashari dan rabi’ah..
Tiba-tiba.. aku ingin muntah..
Kulihat kedua zahid basrah itu.. di sudut sana sedang berbuka
hanya dengan air mata..


Aku ingin lari bersembunyi tapi kemana..
Tuhan.., berilah aku setetes saja air mata mereka.. 
untuk mencairkan batu di dadaku..
Basrah.. tolong, jangan rekam kehadiranku..


Basrah, 1410 H